loading...

pemutusan sepihak terhadap Pekerja PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) yang dalam kondisi hamil

Dear Pak Wahyu,

Terima kasih sudah mau menerima konsultasi hukum. sebelumnya dapat saya ceritakan ttg team saya seorang Ibu2 berumur 25 tahun dalam keadaan hamil. Dengan kondisi perusahaan yg terus merugi selama 2 tahun ini, memutuskan untuk melakukan efesiensi. Ibu tsb dikenakan PHK. Ibu ini masih dalam periode kontrak selama 1 tahun sampai oktober 2017.

Yg ingin saya tanyakan adalah:

1. apakah benar Ibu hamil tidak boleh di PHK dengan alasan apapun?
2. Kalaupun kena PHK, kompensasi apa saja yg didapatkan? apakah THR juga dapat pas Lebaran nanti?

Demikian dan terima kasih.
Salam,


JAWAB :


Terima kasih telah menghubungi saya ...

Pada uraian yang disampaikan, asumsi saya yang menjadi permasalahan adalah pemutusan sepihak terhadap Pekerja PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) yang dalam kondisi hamil.

Benar, PHK atas alasan pekerja hamil adalah PHK yang tidak dapat dibenarkan secara hukum. Hal ini sebagaimana ditegaskan Pasal 153 ayat (1) huruf e UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan, "Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan : pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya".

Namun demikian, karena status pekerja yang hamil tersebut adalah pekerja PKWT maka harus terlebih dahulu isi PKWT yang ada mengingat dalam konteks hubungan kerja PKWT maka yang harus dilihat adalah bentuk serta isi PKWT itu sendiri, apakah ada pengaturan- pengaturan khusus yang disepakati pekerja dengan pengusaha. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 61 ayat (1) huruf d UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang pada pokoknya menyatakan, "Perjanjian Kerja berakhir apabila, adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja".

Bila dalam pkwt tersebut dicantumkan tentang berakhirnya hubungan kerja karena adanya kehamilan maka tentunya perusahaan dapat mengakhiri perjanjian kerja secara sepihak. Namun bila ternyata pkwt tidak mengatur klausul berakhirnya hubungan kerja karena kehamilan maka ada konsekuensi yang harus ditanggung perusahaan yakni ketentuan Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang menegaskan, "Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja".

Jika perusahaan memaksa mengakhiri hubungan kerja dan bersedia menanggung konsekuensi ketentuan Pasal 62 UU No. 13 Tahun 2003, berarti perusahaan juga harus siap memberkan THR kepada pekerja, selama dalam prjanjian kerja PKWT mengatur hal tersebut. 


Hormat Saya,

NM. Wahyu Kuncoro, SH
Advokat

Komentar

Postingan Populer